Black Nazarene

Kerap kali, ketika konsep agama telah menyatu dengan budaya setempat, konsep iman menjadi dipertanyakan: apakah ini adalah murni aktivitas budaya ataukah sebuah refleksi dari keimanan seseorang kepada Tuhan.

Di Filipina, Black Nazarene atau Yesus Hitam dianggap sebagai patung Yesus yang bisa menciptakan mujizat bagi siapapun yang percaya padanya. Kepercayaan ini telah terbentuk sejak masa jajahan Spanyol, sekitar tahun 1700an. Sekarang, patung ini disimpan di the Minor Basillica of the Black Nazarene di Quiapo, Manila.

Setiap satu tahun sekali, patung Black Nazarene diarak keluar gereja. Prosesi yang dianggap sakral ini dilakukan guna memperingati hari dimana patung Black Nazarene dipindahkan ke tempatnya yang sekarang. Sekaligus, memberikan kesempatan bagi publik untuk menguatkan keimanan mereka terhadap yang Kuasa. Prosesi “The Traslacion of Black Nazarene” atau Perjalanan Sang Yesus Hitam telah berlangsung selama 200 tahun tanpa terputus. Setiap tahunnya acara ini dihadiri oleh jutaan pemujanya, dan menjadi salah satu festival terbesar di Filipina. Di tahun 2013 ini, pemerintah setempat mengklaim ada 10 juta orang yang berpartisipasi.

Guna mempertahankan tradisi, patung Black Nazarene yang berukuran tubuh manusia, diletakkan pada sebuah kereta yang ditarik menggunakan dua utas tali sepanjang 50 meter oleh tenaga manusia. Sebagai bentuk kerendahan hati, para penarik kereta ini diharuskan untuk bertelanjang kaki. Tentu bukan hal yang mudah, karena mereka harus berjibaku dengan jutaan pengikut yang ingin menyentuh sang Black Nazarene. Biasanya prosesi ini berlangsung selama 20 jam dengan mengikuti rute tradisional yang sama selama bertahun-tahun.

Kepercayaan setempat mengatakan, apabila seseorang mampu menyentuh patung ini, niscaya mujizat atau harapan akan menjadi nyata. Maka, banyak dari mereka yang menggunakan handuk atau kain sebagai medium untuk diusapkan ke patung ini, agar mujizat dari patung ini bisa tertular. Kepercayaan inilah yang membuat situasi prosesi selalu panas dan tegang, setiap orang berebut untuk menaiki kereta yang membawa patung Black Nazarene. Bahkan, di catatan tahun-tahun sebelumnya, korban meninggal sering berjatuhan.

Erica, 18 tahun, mengatakan dengan mengikuti prosesi ini ia berharap mendapat lebih banyak berkat untuk tahun-tahun mendatang. Lain lagi dengan Grace, 40 tahun, dengan penuh haru ia hikmat berdoa agar penyakit jantung yang telah dideritanya selama kurang dari satu tahun ini bisa sembuh. Dari beberapa orang yang saya tanyai, mayoritas mengatakan harapan mereka adalah agar mendapatkan berkat dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesehatan yang baik dan kondisi ekonomi yang meningkat. Jika ingin ditarik lebih jauh, fenomena ini bisa dikaitkan dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di Filipina. Data statistik di tahun 2011 untuk negara berpenghuni 94,8 juta jiwa ini menyatakan 49% keluarga berada di kalangan tidak mampu. Wajarlah, bila mereka mengharapkan adanya perbaikan dalam hidup dengan berdoa pada sosok yang dipercaya mampu melahirkan mujizat.

Kepercayaan akan mujizat yang dimiliki oleh Black Nazarene pun ditularkan dari generasi ke generasi. Dalam acara yang bisa dibilang cukup rawan dengan insiden ini, banyak orang tua yang sengaja membawa anak-anak mereka. Anak-anak ini, ada yang sekedar berpartisipasi, ataupun diperbantukan untuk mengusap patung replika dengan handuk-handuk yang dilemparkan.

Setiap kali menjelang diselenggarakannya prosesi sacral ini, perdebatan di kalangan gereja berlangsung. Sebagian menentang acara ini, karena dianggap sebagai pemujaan berhala. Namun pernyataan dukungan pun juga mengalir. Monsignor Jose Clemente Ignacio, seorang rektor dari the Minor Basilica of Black Nazarene, menyatakan bahwa patung ini adalah “jembatan” untuk berkomunikasi dengan Tuhan; dan dengan tegas Ignacio menentang praktik pemujaan berhala. Sungguh sebuah batasan yang sangat tipis.

Hasil investigasi saya di lapangan menghasilkan jawaban bahwa mayoritas peserta mengakui dengan percaya pada Black Nazarene, tidak ubahnya dengan percaya pada Yesus Kristus. Maricar, 40 tahun mengatakan, dirinya tetap percaya dan beriman pada Yesus Kristus, hanya saja ia membutuhkan sebuah penguat akan kepercayaannya itu. Lalu ia menegaskan, percaya pada Black Nazarene bukan berarti ia menyembah berhala, ia mengikuti prosesi ini sebagai ungkapan syukur pada berkat yang telah ia alami dalam hidupnya.

Berdasarkan catatan sejarah, patung Black Nazarene dibawa dari Mexico ke Filipina pada tahun 1606. Awalnya sama seperti patung Yesus Kristus lainnya, patung ini berwarna putih sesuai dengan gambaran global Yesus Kristus. Kemudian kebakaran hebat terjadi di kapal yang membawa patung ini dan bukannya terbakar habis, api dari kebakaran malah mengubah warna patung ini menjadi kehitaman. Sejak saat itu, patung ini dikenal sebagai Black Nazarene. Pada tahun 1650, Paus Innocent X di Vatikan mendukung penyembahan pada Black Nazarene. Patung ini telah mendiami tempatnya sekarang sejak tahun 1787 dan berhasil selamat dari berbagai bencana seperti kebakaran, gempa bumi dan perang dunia ke dua.

Apakah lolosnya Black Nazarene dari berbagai bencana adalah sebuah kebetulan, atau ia memang memiliki mujizat seperti yang dipercaya orang. Entahlah, tapi melihat histeria pemujanya untuk menyentuh, mencium dan melihat dari dekat, Black Nazarene sudah menjadi sebuah idola. Akal sehat sudah tidak bermain disini, pemujanya rela berdesak-desakan dengan resiko kehilangan nyawa, demi berdekatan dengan sang idola. Begitulah manusia, selalu mencari sosok konkret dengan dalih untuk menajamkan keimanan mereka.

Published in JalanJalan Magazine.

Ed: September 2013

Leave a comment